Senin, 07 November 2011

Aksara Membangun Perdamaian dan Karakter Bangsa

Puncak peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) jatuh pada hari ini, Jumat, 21 Oktober 2011. Upacara peringatan digelar di gedung D Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Jakarta.
Sejumlah tamu dari Komisi X DPR RI, Gubernur Jakarta dan jajarannya, Bupati/Walikota penerima anugerah Aksara 2011, para pejabat Eselon 1 di lingkungan Kemdikbud, Kemenkokesra, dan Kemenag PP & PA, perwakilan UNESCO, Ketua DPRD DKI Jakarta dan para Walikota se-DKI Jakarta, para pejabat Eselon II dan pada Kepala Dinas Pendidikan seluruh Indonesia serta se-DKI Jakarta, mitra pendidikan nasional dari berbagai kementerian dan kelembagaan, serta para penyelenggara pendidikan, ikut hadir memeriahkan acara tersebut.

Plt Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Hamid Muhammad, dalam kesempatan tersebut  melaporkan, hingga 2010 angka tunakasara nasional turun hingga tinggal 4,79 persen atau sekitar 8,3 juta orang. Capaian ini merupakan prestasi tersendiri bagi Indonesia karena dapat melampaui target Pendidikan Untuk Semua (PUS) yang disepakati di Dakkar.  Isi kesepakatan tersebut adalah menurunkan tunaaksara usia 15 tahun ke atas hingga tersisa setengahnya dari 10 persen (15,4 juta orang) menjadi sekitar lima persen (7,7 juta) pada tahun 2015.

“Dan dengan berbagai upaya pada tahun 2011 ini kita akan memelekaksarakan sekitar 555 ribu orang penyandang tunaaksara,” katanya.

Hamid menyampaikan, program keaksaraan juga dilaksanakan dengan memanfaatkan struktur pemerintahan secara komperehensif pada berbagai tingkatan. Penyelenggaraannya juga bekerjasama dengan berbagai mitra, seperti tim penggerak PKK, Muslimat NU, Aisyiyah, KOWANI, SIKIB, Lembaga Alkitab, perguruan tinggi, perusahaan, PKBM, lembaga swadaya masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan lainnya.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh, meminta agar pengentasan ketunaaksaraan dapat terintegrasi dengan kegiatan ekonomi, sosial dan budaya. Dengan cara tersebut diharapkan dapat diwujudkan pemberdayaan masyarakat yang mampu menghasilkan aksarawan yang lebih cakap, berkarakter dan meningkat kualitas hidupnya.

“Jangan hanya kuantitatifnya saja yang dikejar, tapi kualitasnya juga diperhatikan, agar bisa ikut meningkatkan kualitas hidup,” katanya.

Usai menyampaikan sambutannya, Mendikbud berdialog dengan Yohanna dan Mulyono. Mereka adalah dua orang perwakilan dari suku Badui (Banten) dan Tolikara (Papua), yang berhasil melekaksara setelah mengikuti program paket A yang ada di daerahnya. Mendiknas mengajak mereka sebagai contoh orang yang memperoleh banyak manfaat karena telah melekaksara, untuk secara terus menerus membantu sekitarnya agar bisa melekaksara juga.

Puncak peringatan HAI dimeriahkan penampilan kesenian Kentrung dari Jawa Timur, dan berbagai tarian diantaranya tari Bali yang dibawakan oleh penari-penari dari ary suta center.  Kebudayaan dari Jawa Timur dan Bali dipilih sebagai pengisi acara dalam acara ini dikarenakan kedua provinsi tersebut merupakan provinsi yang angka tunaaksara nya masih tinggi. Usai acara seremonial, Mendikbud beserta tamu mengunjungi pameran hasil karya industri rumah tangga dari berbagai daerah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar